Tahapan Upacara Pernikahan Betawi


Jakarta pernah mengalami beberapa kali pergantian nama, di masa penjajahan Belanda ia dinamakan Batavia, kemudian berganti nama menjadi Jayakarta dan sedikit diubah menjadi Jakarta yang namanya dipakai hingga kini. Menjadi nadi pusat ibukota, Jakarta yang menginjak hari jadinya yang ke-486, menyimpan sejuta cerita bagi masyarakat Betawi itu sendiri, maupun para perantau.
Kota Jakarta yang katanya tanah orang Betawi kian hari masyarakatnya harus menepi, dan berbagi kepada pendatang. Meski sudah banyak yang hijrah keluar dari tanah Jakarta, masyarakat Betawi tetap memegang teguh budayanya, terutama budaya pernikahan Betawi yang akan diulas dalam artikel ini.
Masyarakat Betawi memiliki ragam tata cara pernikahan dengan karakteristik yang cukup unik. Dialog spontan, rileks dan terkesan ceplas ceplos  menjadi salah satu ciri khas yang bukan hanya menarik minat untuk diikuti tetapi juga penuh dengan makna. Berikut kami paparkan beberapa tata cara adat pernikahan  yang masih sering dilakukan oleh masyarakat Betawi.
1. Ngelamar
Ngelamar atau melamar adalah pernyataan dan permintaan resmi dari pihak keluarga pemuda untuk menikahkan putranya kepada pihak calon mempelai wanita. Ngelamar dilakukan oleh beberapa orang utusan yang disertai dengan membawa sejumlah barang bawaan wajib, antara lain:
• Sirih Embun; bawaan wajib dalam lamaran yang berisi daun sirih dilipat bulat dan diikat potongan kertas minyak, sirih yang telah diisi rempah-rempah, bunga rampai tujuh rupa, serta tembakau yang dihias dalam berbagai bentuk.
• Pisang raja dua sisir dibawa di atas nampan yang dihias dengan kertas warna-warni. Setiap ujungnya ditutup dengan cungkup kertas minyak berwarna hijau, kuning atau merah. Pisang raja ini harus ada karena dianggap buah yang tinggi nilainya, sesuai dengan namanya.
• Roti tawar dibawa di atas nampan dihias dengan kertas warna-warni.
• Uang sembah lamaran, hadiah lainnya berupa baju atau bahan pakaian wanita.
Setelah ngelamar selesai, acara yang sangat menentukan pun dilanjutkan yakni membicarakan masalah mas kawin, uang belanja, plangkah (kalau calon pengantin mendahului kakak kandungnya), dan kekudang (makanan kesukaan calon pengantin wanita). Pembicaraan dilakukan oleh utusan pihak keluarga wanita dengan utusan pihak keluarga pria.
Dalam rangkaian pernikahan adat Betawi, acara ini merupakan unsur yang sangat menentukan. Apabila tande putus telah disepakati maka dilanjutkan dengan pembicaraan yang lebih rinci perihal: apa dan berapa banyaknya tande putus, berapa biaya yang diperlukan untuk keperluan pesta, berapa lama atau berapa hari pesta itu akan diselenggarakan, berapa jumlah perangkat pakaian upacara perkawinan dikenakan pengantin perempuan, serta perihal siapa dan berapa banyak undangan.
2. Bawa Tande Putus
Acara ini bisa disepadankan dengan bertunangan. Tande putus bisa berupa apa saja, namun orang Betawi biasanya memberikan tande putus kepada si gadis berupa cincin belah rotan, uang pesalin sekedarnya, serta aneka rupa kue.
Tande Putus ini sendiri artinya si gadis atau calon none mantu telah terikat dan tidak dapat lagi diganggu oleh pihak lain, begitu pula dengan si pemuda atau calon tuan mantu. Setelah tande putus diserahkan, maka berlanjut dengan menentukan hari dan tanggal pernikahan.
Menentukan Mahar atau Mas Kawin
Mahar atau mas kawin menjadi pembicaraan pokok. Tempo dulu dengan mendengar permintaan dari pihak calon none mantu, mak comblang dan utusan dari keluarga calon tuan mantu akan segera memahami apa yang diinginkan.
Apabila pihak calon none mantu mengatakan “none kite minta mate bandeng seperangkat,”  itu adalah kata kiasan yang berarti calon none mantu menghendaki mas kawin berupa seperangkat perhiasan emas berlian. Bila pihak calon none mantu menyatakan, “none kite minta mate kembung seperangkat”, artinya mas kawin yang diminta adalah seperangkat emas perhiasan bermata intan asli.
Berdasarkan pembicaraan tentang mas kawin ini pihak pengantin pria harus bisa memperkirakan berapa jumlah belanja resepsi pernikahan dengan memperhatikan besarnya nilai mas kawin.
Setelah acara bawa tande putus, kedua belah pihak mempersiapkan keperluan pelaksanaan acara akad nikah. Masa ini dimanfaatkan juga untuk memelihara calon none mantu yang disebut dengan piare calon none penganten dan orang yang memelihara disebut tukang piare penganten atau dukun penganten.
3. Piare Calon None Penganten
Masa dipiare yaitu masa calon pengantin wanita (biasa disebut none mantu) dipelihara oleh tukang piare selama satu bulan. Dimaksudkan untuk mengontrol kegiatan, kesehatan, dan memelihara kecantikan calon none mantu menghadapi hari pernikahan. Selain perawatan fisik, juga dilengkapi program diet dengan pantang makanan tertentu untuk menjaga berat tubuh ideal calon mempelai wanita, juga disertai minum jamu godok dan jamu air akar secang. Sekarang ini sulit sekali untuk memelihara calon none mantu selama satu bulan, sehingga kegiatan ini hanya dilakukan dalam 1-2 hari menjelang pernikahan.
4. Siraman dan Ditangas
Acara siraman atau mandiin calon pengantin wanita diadakan sehari sebelum akad nikah dan biasanya diawali dengan pengajian. Perlengkapan yang perlu disediakan antara lain kembang setaman, ramuan tambahan berupa daun jeruk purut, pandan wangi, akar wangi, daun mangkokan, daun sereh dan sebagainya; paso dari tanah, kursi rotan berlubang-lubang atau kursi kayu yang tengahnya diberi lubang, dan tikar pandan sebagai penutup saat acara tangas.
Urut-urutan acara siraman
1. Calon pengantin wanita (none mantu) mengenakan kain sarung dan kebaya tipis. Rambut dikonde sederhana dan ditutup kerudung tipis untuk menahan bunga dari air siraman.
2. Calon pengantin wanita mohon doa restu kepada kedua orang tua untuk melaksanakan upacara mandi, kemudian digandeng ke tempat siraman diiringi Shalawatan Badar.
3. Calon pengantin wanita duduk di kursi yang berlubang.
4. Calon pengantin wanita dimandikan oleh tukang piare dengan air kembang setaman (7 rupa), sambil tukang piare membaca Shalawat dan Dzikir. Bila ada permintaan dari keluarga, maka orang tua ikut memandikan.
Setelah acara siraman, calon pengantin wanita menjalani upacara tanggas atau kum (semacam mandi uap) untuk membersihkan bekas-bekas lulur yang masih tertinggal di pori-pori kulit. Perawatan ini dimaksudkan untuk menghaluskan dan mengharumkan kulit tubuh sekaligus mengurangi keringat pada hari pernikahan.
5. Ngerik dan Potong Centung
Berlangsung di dalam kamar calon mempelai wanita. Adapun perlengkapan yang perlu disediakan yakni kain putih ukuran dua meter untuk alas, kembang setaman, air putih dalam cawan dengan sekuntum bunga mawar atau lainnya untuk tempat gunting, pedupaan dan setanggi/gaharu, alat cukur, dua keping uang logam untuk batas centung (satu kali lipatan) dan untuk batasan mencukur anak rambut, serta tempat sirih lengkap dengan isinya.
Ngerik bertujuan membersihkan bulu-bulu kalong calon pengantin wanita yang tumbuh di sekitar kening, pelipis, tengkuk dan leher. Setelah itu tukang piare membuatkan centung (potongan centung) pada rambut di kedua sisi pipi dengan menggunakan uang logam untuk menjepitnya, agar pengantin selalu mendapat keberkahan dan keselamatan.
6. Malam Pacar
Inilah malam yang cukup meriah, karena dihadiri para kerabat dekat serta teman-teman dekat calon pengantin wanita. Ritual ini hampir serupa dengan malam bainai dalam adat Padang atau malam midodareni dalam adat Jawa. Ritual pemakaian pacar dilakukan oleh tukang piare dan keluarga serta teman dekat calon pengantin wanita.
Perlengkapan ritual malam pacar adalah daun pacar secukupnya, bakul berisi beras, bumbu dapur, pisang raja, garam, kapur sirih, bumbu sirih; kue basah khas Betawi secukupnya, serta bantal diberi alas daun pisang yang diukir untuk alas tangan. Ritual pemberian pacar dipandu oleh tukang piare, dimulai oleh ibu calon mempelai wanita, dilanjutkan oleh para sesepuh serta kerabat dan sahabat dekat. Biasanya calon mempelai wanita didandani dengan busana dan tata rias ala None, yakni riasan tipis dan berbusana kebaya encim.
7. Ngerudat (Mengiringi/Ngarak Calon Pengantin Pria)
Merupakan prosesi iring-iringan rombongan calon mempelai pria menuju ke kediaman calon pengantin wanita, berlangsung menjelang upacara akad nikah. Keberangkatan rombongan ini disebut rudat yang artinya mengiringi calon tuan mantu menuju rumah calon none mantu untuk melaksakan pernikahan.

Rombongan membawa perlengkapan dan barang seserahan kepada calon mempelai wanita. Adapun ragam jenis barang bawaan adalah sebagai berikut:
Bahan Seserahan
• Sirih nanas lamaran dan sirih nanas hiasan, ungkapan rasa gembira pihak keluarga laki-laki kepada pihak keluarga perempuan karena telah menerima lamaran.
• Mahar atau mas kawin, ketika dibawa diapit oleh sirih nanas lamaran.
• Miniatur masjid yang berisi sejumlah uang belanja sesuai pembicaraan.
• Sepasang roti buaya, yang perempuan menggendong buaya kecil di punggungnya, sebagai lambang berakhirnya masa lajang. Menurut pengertian orang Betawi, buaya adalah sejenis satwa yang ulet, panjang umur, kuat, sabar dan setia.
• Kekudang yaitu makanan yang disukai oleh calon pengantin wanita sejak kecil sampai dewasa.
• Kue penganten, biasanya kue kembang (tart) yang dihias.
• Pesalin atau hadiah lengkap berupa seperangkat pakaian wanita, kain, selop, dan alat kecantikan
 Shie berupa kotak kayu segi empat dengan ukiran gaya Cina berisi sayuran.
• Beberapa nampan kue khas Betawi (dodol, wajik, geplok, tape uli, kue lapis dll)
• Satu perangkat idam-idaman yaitu buah-buahan yang ditempatkan dalam wadah berbentuk perahu sebagai lambang kesiapan pasangan pengantin mengarungi bahtera kehidupan.
Rombongan rudat terdiri dari
1. Dua orang lelaki setengah baya berbaju Jas Kain Serebet yang bertugas sebagai juru bicare.
2. Dua orang jago sebagai pengawal calon tuan mantu berpakaian pangsi.
3. Calon tuan mantu berpakaian Jas Kain Serebet diapit paman dari pihak babe dan enyak.
4. Rombongan rebana ketimpring atau rebana ngarak.
5. Tiga orang pemuda memakai pakaian sadarie membawa sirih nanas lamaran, mahar dan sirih nanas hiasan.
6. Tiga orang pemuda membawa miniatur masjid, kekudang, dan kue susun pengantin.
7. Beberapa pemuda membawa roti buaya, shie, pesalin, idam-idaman dan sebagainya.

Suasana meriah menyertai kehadiran rombongan, karena petasan pun dipasang sebagai tanda bahwa rombongan hampir tiba. Pihak calon none mantu akan membalas membunyikan petasan sebagai informasi segala sesuatu sudah siap. Sebuah komunikasi jaman dahulu yang masih tetap dilestarikan.
b. Akad Nikah
Biasanya dilaksanakan hari Jumat setelah Shalat Jumat di kediaman calon pengantin wanita. Saat pelaksanaan akad nikah, calon pengantin wanita mohon izin kepada ayahnya untuk berumah tangga dan minta dinikahkan. Ayah calon pengantin wanita akan menikahkan anaknya, atau meminta penghulu untuk mewakilkan. Selama pelaksanaan akad nikah calon mempelai wanita menunggu di dalam kamar.
8. Acara Kebesaran
Inilah acara yang ditunggu-tunggu, karena melibatkan banyak kerabat kedua belah pihak. Mempelai wanita didahului dua gadis kecil memasuki ruangan menuju puade/pelaminan di dampingi kedua orang tua; diiringi lagu Sirih Kuning. Menyusul kemudian ritual acara kebesaran adalah:
a. Buka Palang Pintu
Pengantin pria harus lolos ujian membuka palang pintu untuk menemui tambatan hati. Rombongan mempelai pria di depan pintu dihadang oleh wakil pihak mempelai wanita. Prosesi diawali saling berbalas pantun, dilanjutkan atraksi silat antara jago dari pihak mempelai wanita dengan jago dari mempelai pria, dimana jago mempelai pria harus mengalahkan jago mempelai wanita. Lalu pembacaan sike yaitu shalawat kepada Nabi Muhammad.
Acara buka palang pintu seharusnya dilakukan sebelum akad nikah, tetapi kini lebih sering dilangsungkan pada saat resepsi, agar bisa disaksikan oleh lebih banyak orang dan hanya bersifat simbolis.
b. Di Puade
Setelah kedua mempelai duduk di puade, tukang rias membuka roban tipis yang menutupi kepala mempelai wanita. Selanjutnya, mempelai pria memberi sirih dare kepada mempelai wanita sebagai lambang cinta kasih. Biasanya di dalam rangkaian sirih diselipkan uang sebagai uang sembe. Lalu mempelai pria membuka cadar mempelai wanita, dilanjutkan acara sembah dan cium tangan mempelai wanita kepada mempelai pria, lalu kedua mempelai menyembah kepada kedua pihak orang tua. Acara terakhir adalah suapan nasi kuning sebagai suapan terakhir orang tua kepada putra putrinya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMASARAN GLOBAL (STUDI KASUS PADA COCA COLA)

ASPEK LINGKUNGAN EKONOMI, POLA KONSUMSI, DAN PERKEMBANGAN PASAR

LAPORAN KEUANGAN KOPERASI BANK SAMPAH